Longki Soroti Ketimpangan Dana Tambang di Sulteng

waktu baca 3 menit
Kamis, 8 Mei 2025 07:11 99 Redaksi

INIPALU.com โ€” Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) beserta pemerintah kabupaten dan kota di wilayah tersebut untuk meniru langkah progresif yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua Tengah, dalam pengelolaan dana dari sektor pertambangan. Pernyataan ini disampaikan Longki usai melakukan kunjungan kerja ke Mimikaโ€”wilayah yang menjadi lokasi tambang emas raksasa milik PT Freeport Indonesia.

“Saya baru saja berkunjung ke Mimika dan berdiskusi langsung dengan Bupati Mimika. Saya berharap pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi di Sulteng mau melakukan studi tiru ke Mimika. Di sana, Freeport memberikan kontribusi langsung yang masuk dalam batang tubuh APBD,” ujar Longki saat menghadiri rapat bersama para kepala daerah se-Sulteng di Ruang Polibu, Kantor Gubernur Sulteng, pada Rabu (7/5/2025).

Menurut penuturan Bupati Mimika, John Key, dana kontribusi dari Freeport Indonesia mencapai Rp1,5 triliun, dan masuk langsung ke kas daerah Kabupaten Mimika serta Pemerintah Provinsi Papua Tengah. Penyaluran dana ini dilakukan melalui regulasi resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan RI, menjadikannya sebagai model pengelolaan fiskal daerah yang dinilai ideal.

“Pak Bupati bahkan mengundang Dinas Pendapatan untuk menjelaskan langsung kepada saya, dan saya melihat ini sebagai model yang sangat ideal. Harusnya, aturan seperti ini juga berlaku di seluruh Indonesia, bukan hanya di Papua Tengah,” tegas Longki.

Dalam pernyataannya, Longki juga menyoroti ketimpangan fiskal yang terjadi di Sulawesi Tengah, meski daerah ini memiliki sejumlah kawasan industri pertambangan strategis seperti Citra Palu Mineral (CPM) dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

โ€œKita di sini punya CPM, IMIP, dan lainnya. Tapi apa sumbangsih nyata mereka bagi daerah ini? Gubernur Anwar Hafid mengeluhkan bahwa dana bagi hasil hanya sekitar Rp200 miliar, sementara nilai ekspor dari sektor tambang bisa mencapai Rp500 triliun. Ini jelas tidak adil,โ€ tegas mantan Gubernur Sulawesi Tengah dua periode tersebut.

Longki menilai bahwa kontribusi fiskal dari sektor tambang di Sulteng belum mencerminkan keadilan ekonomi. Ia mempertanyakan kepedulian pemerintah pusat terhadap daerah penghasil yang selama ini hanya โ€œmenyumbangโ€ kekayaan alam, namun tak mendapatkan pembagian hasil yang proporsional.

โ€œApakah kita harus menjadi gerombolan dulu baru diperhatikan? Jangan sampai pemerintah daerah dibiarkan tanpa kepastian kontribusi fiskal dari korporasi-korporasi besar yang mengambil sumber daya daerah,โ€ tegas Longki.

Ia meminta pemerintah daerah tidak hanya bersikap pasif, tetapi segera melakukan langkah konkret dengan menjalin komunikasi aktif bersama Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, serta kementerian teknis lainnya, agar aturan mengenai distribusi dana tambang bisa lebih berpihak pada daerah penghasil.

Longki menutup pernyataannya dengan ajakan untuk melakukan reformasi sistem distribusi hasil tambang secara nasional agar menciptakan keadilan fiskal bagi seluruh daerah penghasil, termasuk Sulawesi Tengah. Menurutnya, ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada pembangunan infrastruktur daerah, tetapi juga memperlebar jurang kesejahteraan masyarakat di daerah kaya sumber daya.

โ€œIni saatnya kita bersuara bersama. Jangan hanya menikmati debu tambang, tapi hasilnya pergi entah ke mana. Sulawesi Tengah harus menuntut haknya dengan bermartabat,โ€ tutup Longki.(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA