PALU – Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu kembali melanjutkan agenda pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Palu Tahun Anggaran 2024, pada Jumat (16/5/2025).
Rapat yang berlangsung di ruang sidang DPRD Palu ini dipimpin oleh Ketua Pansus, Ratna Mayasari Agan, dan turut dihadiri langsung Sekretaris Daerah Kota Palu, Irmayanti Pettalolo, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Pembahasan kali ini secara khusus menyoroti sektor pendapatan daerah, terutama dari pos pajak restoran.
Dalam rapat tersebut, Anggota Pansus, Abdurahim Nasar Alamri akrab disapa Wim menyuarakan kritik terhadap realisasi pajak restoran yang hanya mencapai Rp41 miliar dari target Rp70 miliar.
โIni tidak konek antara realisasi target dengan pertumbuhan kafe dan restoran di Kota Palu. Sepenglihatan saya, cafe-cafe di Kota Palu rata-rata ramai semua, bahkan parkiran sampai meluber ke jalan,โ kata Wim.
Ia mempertanyakan dasar penyusunan target dan strategi penagihan yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palu, mengingat geliat usaha kuliner di Palu terlihat terus meningkat.
Menanggapi sorotan tersebut, Kepala Bapenda Kota Palu, Eka Komalasari, mengakui bahwa realisasi pajak restoran belum memenuhi ekspektasi. Ia menyebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi rendahnya capaian, salah satunya adalah dampak situasi politik di tahun 2024.
โTahun lalu adalah tahun politik. Isu penghapusan pajak makan minum sempat menjadi bahan kampanye di masyarakat. Ini cukup mempengaruhi psikologis pelaku usaha,โ jelas Eka.
Ia menambahkan, meski Pemkot telah menerapkan pajak restoran sebesar 10 persen sesuai regulasi yang berlaku, namun di lapangan terdapat resistensi, khususnya dari pelaku usaha kecil.
Salah satu pihak yang disebut cukup berpengaruh terhadap rendahnya capaian tersebut adalah pemilik jaringan kuliner Warung Mas Joko, yang secara terang-terangan menolak membayar pajak makan minum.
โMas Joko awalnya mengusulkan agar pajak diturunkan menjadi 6 persen. Tapi karena ini sudah menjadi peraturan daerah, kami tidak bisa mengubahnya begitu saja. Akhirnya, mereka memilih tidak membayar pajak, dan penolakan ini diikuti oleh banyak pengusaha kecil lainnya,โ beber Eka.
Eka menegaskan bahwa semula pihaknya sangat optimistis dengan potensi pajak restoran di Palu. Target Rp70 miliar ditetapkan dengan memperhitungkan pertumbuhan sektor kuliner yang cukup pesat. Namun dinamika politik dan isu yang berkembang menjadi tantangan serius.
โKalau tidak ada pengaruh dari situasi politik dan penolakan beberapa pelaku usaha, target Rp70 miliar itu sangat mungkin tercapai,โ tambahnya.
Ia berharap dengan selesainya tahun politik dan semakin membaiknya iklim usaha, pada tahun 2025, pihaknya dapat mendorong kembali kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan realisasi pendapatan daerah dari sektor kuliner.(*)
Tidak ada komentar