PALU – Program Bus Rapid Transit (BRT) Trans Palu yang telah berjalan hampir delapan bulan sejak dimulai masa uji coba pada Oktober hingga Desember 2024, kini menuai sorotan tajam dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu. Hal ini menyusul kekhawatiran terhadap efektivitas penggunaan anggaran besar di tengah menurunnya jumlah penumpang.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi pada Selasa (20/5/2025), Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Palu, Mutmainah Korona, mengungkapkan bahwa operasional BRT yang digarap Pemerintah Kota (Pemkot) Palu bersama mitra swasta PT Bagong sejak tahun 2024 belum menunjukkan indikator kinerja yang memuaskan.
โPengguna jasa transportasi massal itu dari hari ke hari justru menyusut atau sepi penumpang. Padahal, Pemkot setiap bulan menganggarkan sebesar Rp 1,8 miliar untuk operasionalnya,โ ujar Mutmainah.
Menurutnya, alokasi anggaran yang cukup besar seharusnya sebanding dengan output dan outcome layanan publik yang diberikan. Namun pada praktiknya, program BRT justru belum terlihat memberikan dampak signifikan terhadap mobilitas warga.
Pada Tahun Anggaran 2025, Pemerintah Kota Palu tercatat telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 17,12 miliar untuk BRT. Angka ini belum termasuk tambahan anggaran sebesar Rp 5,6 miliar yang dialokasikan dalam APBD Perubahan 2024. Sayangnya, anggaran jumbo tersebut belum berbanding lurus dengan tingkat penggunaan layanan oleh masyarakat.
Mutmainah mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dari proses penganggaran dan pelaksanaan operasional BRT.
โPembayaran operasional BRT Bus Trans Palu kok flat sekitar Rp 1,8 miliar lebih setiap bulan? Agak aneh. Apakah yakin operasional 24 bus dari total 26 unit itu sebesar itu anggarannya? Apakah memang sudah sesuai SOP? Dan apakah itu sudah berjalan sesuai dengan standar perhitungan yang bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabel?โ ungkapnya.
Dia juga menekankan bahwa evaluasi menyeluruh sangat diperlukan agar program ini tidak menjadi beban fiskal berkepanjangan bagi Kota Palu.
Untuk menghindari potensi pemborosan anggaran dan memperbaiki tata kelola transportasi publik, Mutmainah mendesak Pemkot Palu agar melibatkan pihak ketiga dalam proses evaluasi program BRT. Menurutnya, penggunaan jasa konsultan manajemen pengawas menjadi langkah strategis dalam menjamin proses evaluasi berjalan objektif, terukur, dan akuntabel.
โKami meminta Pemkot menggunakan jasa pihak ketiga, yaitu konsultan manajemen pengawas yang akan melakukan pengecekan, tracking, dan mengawasi operasional BRT Bus Trans Palu,โ tegas anggota Komisi C DPRD Kota Palu itu.
Evaluasi pihak independen ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi konkret terkait kelayakan jumlah armada, efisiensi operasional, hingga perhitungan beban anggaran yang rasional berdasarkan kebutuhan dan kondisi wilayah Kota Palu.
Mutmainah menyoroti bahwa anggaran sebesar Rp 1,8 miliar per bulan untuk operasional BRT sangat membebani APBD Kota Palu. Ia menyayangkan hal tersebut karena di saat yang sama, masih banyak sektor strategis yang membutuhkan perhatian dan pendanaan yang cukup.
โPadahal masih banyak PR Pemkot yang sangat prioritas harus dituntaskan. Di antaranya program pencegahan stunting yang lebih proporsional dari hulu ke hilir, infrastruktur yang responsif gender dan inklusif, bantuan sosial, pemulihan pasca bencana, dan lainnya,โ pungkasnya.
Sebagai wakil rakyat, ia menegaskan bahwa DPRD akan terus mendorong pengawasan atas pelaksanaan program-program daerah, agar benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar proyek prestisius yang tidak berkelanjutan.(*)
Tidak ada komentar