Palu,inisulteng.com – Yayasan Masyarakat Madani Indonesia-Sulawesi Tengah (YAMMI Sulteng) melayangkan catatan kritis kepada Kepolisian Republik Indonesia di momentum Hari Bhayangkara ke-79, khususnya menyangkut penegakan hukum di sektor sumber daya alam (SDA), terutama aktivitas tambang ilegal di Sulawesi Tengah.
Direktur Kampanye YAMMI Sulteng, Africhal, SH, menyampaikan harapannya agar usia ke-79 tahun Polri menjadi titik balik menuju institusi yang lebih bersih, transparan, dan dicintai rakyat. Namun, ia menekankan, kenyataan di lapangan justru menunjukkan masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran di sektor tambang dan lingkungan.
โSemoga di Ulang Tahun ke-79 ini, Polri menjadi lebih baik, lebih bersih, lebih transparan, dan yang utama semakin dicintai rakyat Indonesia,โ ujar Africhal, Selasa (1/7/2025).
Africhal menyoroti empat poin penting dalam catatan kritisnya:
1. Pembiaran Pengrusakan Alam
YAMMI menilai pengrusakan alam di Sulawesi Tengah melalui tambang, perkebunan besar, dan perusakan hutan masih belum tersentuh aparat penegak hukum. Di sepanjang jalur Palu-Donggala, misalnya, hampir semua tambang pasir disebut tidak memiliki izin reklamasi. Akibatnya, laut menjadi keruh, nelayan kehilangan mata pencaharian, dan ekosistem rusak tanpa upaya pemulihan.
2. Maraknya Tambang Ilegal di Poboya
Sejak 2019, pertambangan rakyat di Poboya berubah menjadi aktivitas skala besar yang menggunakan modal, alat berat, dan zat kimia berbahaya seperti sianida. Salah satu perusahaan yang disorot YAMMI adalah PT Adijaya Karya Makmur (AKM), yang dikendalikan oleh Adi Gunawan alias Ko Lim. Investigasi JATAM Sulteng menyebut, dari sembilan bedeng perendaman, keuntungan per bulan bisa mencapai Rp60 miliar semuanya dilakukan tanpa izin resmi.
Ironisnya, lokasi tambang ilegal ini hanya berjarak 7 kilometer dari Markas Polda Sulteng.
3. Dugaan Keterlibatan Oknum POLRI
YAMMI juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum polisi dalam aktivitas tambang ilegal. Berdasarkan laporan JATAM, hampir seluruh lokasi tambang baik legal maupun ilegal dijaga oleh aparat kepolisian. Bahkan disebutkan, seorang mantan Kapolda Sulteng kini duduk sebagai komisaris di perusahaan yang terlibat aktivitas tambang tanpa izin. Hal ini menjadi alasan lemahnya penegakan hukum, termasuk rencana penghentian penyidikan (SP3) terhadap perusahaan tersebut.
4. Penegakan Hukum yang Timpang
Dalam kasus lain, seorang petani bernama Andrias dari Desa Lindu ditahan oleh Polres Sigi karena dituduh memuat hasil tambang. Di sisi lain, sekitar 700 truk dan enam ekskavator masih bebas beroperasi menambang tanpa izin di Kelurahan Poboya tanpa penindakan. Dua fakta ini memperlihatkan ketimpangan dalam penegakan hukum.
YAMMI menegaskan, di usia ke-79, Polri harus menunjukkan keberpihakan pada keadilan dan kepentingan rakyat.
โTangkap dan adili kelompok pemodal besar yang bertopeng rakyat dan terus menjarah kekayaan alam. Hentikan pembiaran hukum yang tebang pilih!โ tegas Africhal.
YAMMI berharap institusi Polri bisa berbenah dan tidak lagi menjadi tameng bagi kepentingan para pemodal tambang ilegal yang merusak lingkungan dan mengorbankan masyarakat kecil.(*)
Tidak ada komentar