Proyek Jalan Lingkar Sigi Diduga Rugikan Warga Pandere

waktu baca 4 menit
Rabu, 30 Apr 2025 06:37 304 Redaksi

INIPALU.com – Pembangunan jalan lingkar yang menghubungkan Desa Bora, Kecamatan Biromaru dengan Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, menuai keluhan dari sejumlah warga. Proyek yang digadang-gadang sebagai jalan penghubung pertanian dan kawasan ekonomi baru ini ternyata menyisakan persoalan serius: tidak adanya ganti rugi atas lahan dan pohon milik warga yang digusur untuk kepentingan proyek.

Keluhan ini datang dari warga Dusun 4 Saluponi, Desa Pandere, yang merasa tanah mereka digusur tanpa adanya proses musyawarah maupun pembayaran kompensasi. Padahal, pohon kelapa dan lahan yang mereka kelola selama puluhan tahun, sebagian besar adalah warisan turun-temurun dari orang tua mereka.

โ€œSampai sekarang kami tidak pernah menerima ganti rugi, baik untuk tanah maupun pohon kelapa yang digusur sejak pembukaan lahan tahun 2018,โ€ ujar Rizal Badawi, salah satu pemilik lahan di Dusun Saluponi, saat ditemui Selasa (29/4/2025).

Menurut Rizal, lahan seluas hampir 900 meter miliknya telah digusur sejak tahap awal pembukaan jalan. Ia juga mengaku tidak pernah diundang dalam sosialisasi apapun terkait pembangunan jalan itu.

โ€œPemerintah Desa Pandere maupun pihak penyelenggara tidak pernah memanggil kami untuk sosialisasi pembukaan lahan. Tiba-tiba saja digusur,โ€ katanya.

Lebih lanjut, Rizal mempertanyakan sistem perencanaan proyek yang justru mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Ia menyebut bahwa tanah yang sudah digusur itu masih tetap dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

โ€œKami masih bayar PBB, padahal lahannya sudah hilang. Kami anggap ini tidak adil dan mencederai rasa keadilan kami sebagai warga negara,โ€ ujarnya.

Adiknya, Nuriadin Badawi, juga mengungkapkan kekecewaan yang sama. Ia menyebutkan bahwa lahan dan pohon kelapa yang diratakan alat berat adalah peninggalan orang tua mereka.

โ€œItu tanah orang tua kami, yang kami rawat bertahun-tahun. Pohon kelapa itu ditanam orang tua dengan susah payah, tapi semua diratakan dalam sekejap tanpa ganti rugi,โ€ ungkapnya.

Nuriadin mengaku tetap mendukung pembangunan jalan demi kemajuan daerah, namun menegaskan bahwa warga harus diperlakukan adil.

โ€œKami tidak menolak pembangunan. Tapi ini negara hukum. Semua harus ada prosedurnya. Kalau hak kami diabaikan, ya kami akan terus bersuara,โ€ tegasnya.

Hal serupa juga dialami oleh Redi, warga lain di Dusun 4. Ia menyebut lebih dari 20 pohon kelapa di lahannya ikut digusur tanpa ganti rugi.

โ€œSudah bertahun-tahun kami menunggu ganti rugi, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Kami bingung harus ke mana lagi memperjuangkan hak kami,โ€ katanya.

Keluhan warga juga datang dari Mardia, seorang ibu rumah tangga yang mengaku lahan kecil miliknya tepat di depan rumah turut digusur.

โ€œLahan saya yang tak seberapa juga kena gusur tanpa ganti rugi. Sudah bertahun-tahun, belum ada penyelesaian,โ€ ujarnya singkat.

Dari catatan yang diperoleh, proyek jalan Boraโ€“Pandere memiliki panjang total 22,6 kilometer dan dirancang melintasi kawasan pertanian serta pemukiman warga di dua kecamatan.

Sekitar 4,62 kilometer di antaranya bahkan melintasi kawasan lindung Taman Nasional Lore Lindu.

Pembangunan jalan Boraโ€“Pandere sendiri sudah dimulai sejak sebelum gempa 18 September 2018, namun sempat tertunda akibat bencana tersebut.

Proyek ini digagas pada masa Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta, dengan tujuan mempercepat distribusi hasil pertanian ke pasar serta membuka kawasan ekonomi baru di Sigi.

Pemerintah Kabupaten Sigi sejak awal menjelaskan bahwa proyek ini bertujuan mempercepat distribusi hasil pertanian dan membuka akses ekonomi baru di wilayah tengah Sulteng. Namun dalam pelaksanaannya, aspek keadilan bagi warga yang terdampak belum terlihat nyata.

Ketika dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp pada Rabu (30/4), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Kabupaten Sigi, Edy Dwi Saputro, belum memberikan keterangan resmi.

โ€œSaya masih di luar kota ini pak, nanti balik baru saya kasih keterangan,โ€ tulisnya singkat.

Sementara itu, warga berharap Pemerintah Kabupaten Sigi segera memberikan penjelasan dan langkah konkrit untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka menginginkan kejelasan status lahan yang sudah digusur serta transparansi terkait kebijakan ganti rugi.

โ€œJangan sampai pembangunan justru menjadi beban bagi rakyat kecil. Kami mendukung pembangunan, tapi jangan kami dikorbankan,โ€ ujar Rizal Badawi menutup percakapan.(*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA