PALU,- Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan Poboya, Kota Palu, kembali menjadi sorotan publik setelah kecelakaan sebuah truk terjadi di jalur penanjakan menuju kawasan Vavulapo pada awal Desember 2025. Meskipun pengemudi truk dilaporkan selamat, peristiwa tersebut menambah daftar panjang insiden kecelakaan yang terus berulang di wilayah tambang ilegal tersebut sepanjang tahun 2025.
Kawasan yang berada dalam wilayah kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) itu sejak lama diketahui menjadi lokasi aktivitas penambangan liar. Material mengandung emas diekstraksi melalui metode perendaman (heap leaching) tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan teknis maupun keselamatan kerja. Situasi tersebut berdampak pada tingginya potensi kecelakaan, baik akibat kondisi geologi maupun kurangnya standar keselamatan operasional.
Insiden paling fatal tercatat pada 3 Juni 2025. Dua pekerja dilaporkan tewas akibat tertimbun longsor di lokasi yang dikenal masyarakat setempat sebagai โKijang 30โ. Kepolisian membenarkan adanya korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Kondisi lereng yang labil serta aktivitas galian yang tidak terkontrol disebut menjadi pemicu utama longsor.
Peristiwa serupa kembali terjadi pada 8 Oktober 2025. Seorang pekerja bernama Herman, kelahiran Pinrang, tewas ketika sedang memuat material ke dalam truk. Dalam dokumen medis yang diterima pihak rumah sakit, korban berusia 39 tahun itu mengalami luka robek pada bagian kepala serta nyeri hebat di dada, diduga akibat tertimpa material longsoran. Insiden ini menguatkan fakta bahwa ancaman longsor masih menjadi risiko utama bagi para pekerja di area PETI Poboya.
Selain longsor, kecelakaan yang melibatkan kendaraan angkut juga kerap terjadi. Lalu lintas truk yang hilir-mudik di jalur terjal dan tidak terawat memperbesar risiko kecelakaan. Pada pertengahan Oktober 2025, sebuah truk dilaporkan terperosok di jalur operasional tambang, mengakibatkan pengemudi mengalami luka. Jalur yang digunakan tidak memiliki standar konstruksi dan keselamatan yang memadai, sehingga rawan bagi kendaraan berat yang melintas setiap hari.
Pada 28 November 2025, Rumah Sakit Sindhu Trisno Palu mengumumkan melalui media sosial bahwa mereka menerima seorang pasien laki-laki tanpa identitas yang ditemukan dalam keadaan setengah sadar. Pasien tersebut disebut sebagai korban kecelakaan di wilayah pertambangan Poboya. Kasus ini menandakan masih adanya insiden yang tidak sepenuhnya terkonfirmasi identitas maupun kronologinya, mengingat minimnya pencatatan dan pengawasan di area PETI.
Wilayah pertambangan ilegal Poboya dikenal sulit dijangkau serta tertutup terhadap akses informasi. Banyak peristiwa tidak terdokumentasi secara lengkap karena tidak adanya mekanisme pelaporan resmi dari para pelaku PETI. Dengan demikian, data insiden sepanjang 2025 yang dihimpun melalui laporan media arus utama kemungkinan belum mewakili keseluruhan situasi di lapangan.
Ketiadaan izin, minimnya pengawasan keselamatan, serta praktik penambangan yang tidak terstandarisasi turut memperbesar potensi risiko kecelakaan di kawasan tersebut. Hingga kini, aktivitas PETI di Poboya masih berlangsung dan terus menimbulkan kekhawatiran terhadap keselamatan pekerja maupun dampak lingkungan yang lebih luas.(*/red)






