KOTA PALU

Desakan Penciutan Konsesi CPM, Warga Poboya Blokade Akses Tambang

×

Desakan Penciutan Konsesi CPM, Warga Poboya Blokade Akses Tambang

Sebarkan artikel ini

PALU,- Ketegangan kembali terjadi di kawasan pertambangan emas Poboya, Kota Palu. Ratusan warga lingkar tambang menggelar aksi demonstrasi di kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), Senin, 15 Desember 2025, sebagai bentuk desakan agar perusahaan segera memberikan kepastian terkait penciutan lahan konsesi untuk penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Aksi tersebut merupakan kelanjutan dari ultimatum tujuh hari yang sebelumnya disampaikan masyarakat kepada perusahaan. Warga menilai hingga batas waktu yang ditentukan, CPM belum menunjukkan sikap tegas atas tuntutan penciutan konsesi yang diharapkan dapat membuka ruang legal bagi aktivitas tambang rakyat.

Aksi dimulai sekitar pukul 14.30 WITA. Massa terlebih dahulu berkumpul di pertigaan Masjid Poboya, sebelum melakukan long march menuju kantor PT CPM yang berjarak sekitar lima kilometer. Sepanjang perjalanan, peserta aksi terus menyuarakan tuntutan agar perusahaan segera mengambil langkah konkret dan tidak lagi mengulur waktu.

Setibanya di depan kantor CPM, sejumlah orator menyampaikan pernyataan sikap. Koordinator lapangan aksi, Kusnadi Paputungan, menegaskan bahwa demonstrasi kali ini bukan lagi bertujuan membuka ruang dialog, melainkan menuntut jawaban pasti dari perusahaan.

โ€œHari ini kami datang bukan lagi untuk bernegosiasi, tapi meminta kepastian penciutan lahan. Jawabannya iya atau tidak. Apakah CPM mau mengajukan penciutan lahan konsesi ke Kementerian ESDM atau tidak,โ€ tegas Kusnadi di hadapan massa.

Ia menilai masyarakat lingkar tambang telah terlalu lama menunggu tanpa kejelasan. Berbagai pertemuan dan komunikasi yang dilakukan sebelumnya dianggap belum menghasilkan keputusan yang berpihak pada warga.

โ€œJangan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Kami sudah bosan bernegosiasi. Hari ini kami buat perhitungan. Kalau kami blokade, maka jangan dibuka-buka, supaya sama-sama tidak punya akses keluar masuk,โ€ ujarnya.

Dalam orasinya, Kusnadi juga melontarkan kritik keras terhadap sikap perusahaan yang dinilai tidak memiliki empati terhadap masyarakat di sekitar tambang. Pernyataan tersebut disambut sorakan massa aksi.

Orator lainnya, Agus Walahi, menegaskan bahwa CPM tidak memiliki kedaulatan penuh atas wilayah Poboya. Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam seharusnya berjalan seiring dengan kepentingan masyarakat yang telah lama menggantungkan hidup di wilayah tersebut.

โ€œBerbisnis itu harus berbagi, bukan merampas seperti yang CPM lakukan. Wilayah Parigi sudah diterbitkan WPR, kenapa di sini tidak bisa,โ€ kata Agus.

Aksi demonstrasi berlangsung hingga sore hari. Tidak satu pun perwakilan PT CPM terlihat menemui massa, sehingga situasi di lapangan semakin memanas. Sebagai bentuk kekecewaan, warga kemudian melakukan pemblokiran jalan menuju area pertambangan yang menjadi akses utama keluar masuk kendaraan perusahaan.

Pemblokiran tersebut menghentikan sementara aktivitas operasional CPM. Massa menegaskan, aksi tersebut akan terus dilakukan hingga perusahaan memberikan respons langsung dan kepastian terkait tuntutan penciutan lahan konsesi.

Sejumlah tokoh masyarakat dan adat turut menyampaikan orasi, di antaranya Ketua Adat rumpun Daโ€™a Inde Irianto Mantiri, Tezar Abdul Gani, dan Amir Sidik. Mereka menekankan pentingnya pengakuan hak masyarakat lingkar tambang serta keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam di Poboya.

Setelah sekitar dua jam berorasi tanpa respons dari pihak perusahaan, massa bergerak memblokade jalan akses menuju kantor dan pabrik CPM. Warga menyebut jalan tersebut merupakan lahan leluhur yang selama ini dipinjamkan kepada perusahaan.

โ€œKarena CPM tidak punya hati nurani, maka kami ambil tindakan ini,โ€ ujar seorang warga sambil memblokade jalan menggunakan kayu dan ban bekas.

Massa juga menyatakan akan mendirikan tenda di sejumlah akses jalan CPM sebagai bentuk aksi lanjutan. Mereka mengaku merasa kehilangan ruang hidup di tanah sendiri akibat aktivitas pertambangan yang berlangsung bertahun-tahun.

โ€œKita dijajah 350 tahun saja tidak diperlakukan seperti ini. Ini sangat keterlaluan,โ€ ujar Tezar Abdul Gani dalam orasinya.

Sementara itu, Sofyan Aswin menegaskan bahwa masyarakat akan menggelar rapat besar untuk menentukan langkah selanjutnya apabila CPM tetap tidak memberikan kepastian.

โ€œDemi tanah leluhur, saya siap mewakafkan diri dalam perjuangan ini,โ€ tegasnya.

Para tokoh adat menilai penetapan WPR merupakan solusi untuk meredam konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan. Dengan adanya WPR, warga diharapkan dapat menambang secara legal, terkontrol, dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Hingga berita ini diturunkan, aksi demonstrasi dan pemblokiran jalan masih berlangsung. Massa tetap bertahan di depan kantor CPM dan di sejumlah akses menuju area pertambangan. Tidak adanya perwakilan perusahaan yang menemui warga semakin menambah kekecewaan peserta aksi.

Masyarakat lingkar tambang Poboya menegaskan akan terus melakukan aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak segera ditindaklanjuti, serta berharap pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, turun tangan memfasilitasi penyelesaian persoalan penciutan konsesi dan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Poboya.(*/red)