PALU, โ PT Citra Palu Minerals (CPM) akhirnya menyampaikan sikap resminya terkait permintaan penciutan wilayah kontrak karya yang selama ini disuarakan Lembaga Adat Poboya bersama masyarakat lingkar tambang emas Poboya, Kota Palu.
Sikap tersebut dituangkan dalam surat resmi berkop perusahaan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat bernomor 324/CPM-LGL/XII/2025 itu tertanggal 11 Desember 2025 dan ditandatangani langsung oleh Presiden Direktur PT CPM Damar Kusumanto bersama Direktur PT CPM Yan Ardiansyah.
Dalam surat tersebut, manajemen CPM menjelaskan kronologi munculnya permintaan penciutan wilayah kontrak karya yang disampaikan oleh Lembaga Adat Poboya dan masyarakat lingkar tambang melalui sejumlah forum pertemuan. Salah satu pertemuan yang disebutkan secara eksplisit adalah pertemuan pada 9 Oktober 2025.
Permintaan penciutan itu, sebagaimana dijelaskan CPM, bertujuan agar sebagian wilayah kontrak karya perusahaan dapat diusulkan menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga masyarakat setempat dapat memperoleh legalitas dalam melakukan aktivitas pertambangan.
Secara khusus, CPM menyebutkan adanya surat resmi dari Lembaga Adat Poboya tertanggal 9 Oktober 2025 yang meminta perusahaan melakukan penciutan area seluas 246 hektare di kawasan Gunung Vunga.
Wilayah yang dimaksud meliputi sejumlah titik, yakni Vatutempa, Vavolapo, Kanavu Leu, dan Ranu Dea. Seluruh area tersebut berada di dalam Blok 1 Kontrak Karya PT CPM.
Menanggapi permintaan itu, CPM mengaku telah melakukan kajian internal secara menyeluruh. Hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa hampir seluruh area yang diminta untuk diciutkan masuk dalam kawasan cadangan dan sumber daya mineral yang telah dieksplorasi oleh perusahaan.
โAtas dasar itu, penciutan wilayah kontrak karya di area tersebut dinilai berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap konservasi sumber daya mineral serta keberlanjutan usaha pertambangan PT CPM,โ demikian poin penjelasan perusahaan dalam surat tersebut.
Meski menyampaikan keberatan atas penciutan wilayah yang diusulkan, CPM menyatakan memahami berbagai pertimbangan yang disampaikan Lembaga Adat Poboya dan masyarakat lingkar tambang. Pertimbangan tersebut antara lain terkait upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, kebutuhan memperoleh legalitas kerja, hingga menjaga stabilitas investasi di wilayah konsesi.
Sebagai bentuk respons, CPM menawarkan alternatif berupa pola kemitraan. Salah satu skema yang disampaikan adalah membuka peluang bagi Lembaga Adat Poboya atau koperasi yang mewakili masyarakat untuk menjadi mitra CPM dalam kegiatan usaha di wilayah kontrak karya.
Kemitraan tersebut, menurut CPM, dapat disertai dengan dukungan pengurusan perizinan agar aktivitas masyarakat memiliki legalitas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, perusahaan juga menawarkan kemitraan dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bentuknya mencakup bantuan ekonomi tunai, dukungan permodalan dan jaringan kewirausahaan, pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan, hingga pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial di wilayah Poboya dan sekitarnya.
Surat resmi CPM itu turut ditembuskan kepada sejumlah pemangku kepentingan, antara lain Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, Gubernur Sulawesi Tengah, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, serta Wali Kota Palu.
Menanggapi sikap resmi CPM tersebut, salah satu warga lingkar tambang emas Poboya, Kusnadi Paputungan, menilai isi surat tersebut perlu dikaji secara bersama-sama dengan melibatkan Kementerian ESDM sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh.
Menurut Kusnadi, secara mekanisme, penciutan wilayah kontrak karya memang hanya dapat diajukan oleh pemegang kontrak karya, dalam hal ini PT CPM, kepada Kementerian ESDM.
โMekanisme penciutan lahan memang CPM yang mengajukan ke Kementerian ESDM sebagai pemegang kontrak karya. Tidak bisa pemerintah daerah, masyarakat, atau kementerian sendiri yang langsung menetapkan penciutan,โ kata Kusnadi, Selasa pagi (16/12/2025).
Ia mengingatkan semua pihak agar tidak terburu-buru menafsirkan isi surat CPM tersebut. Menurutnya, keputusan akhir tetap berada di tangan Kementerian ESDM.
โKalau nantinya Kementerian ESDM meminta perubahan isi atau redaksi surat sebagai syarat persetujuan penciutan lahan, itu yang akan diikuti. Kita menunggu arahan selanjutnya dari kementerian,โ ujarnya.
Kusnadi juga menegaskan bahwa tuntutan utama Lembaga Adat Poboya dan masyarakat lingkar tambang sejak awal adalah penciutan lahan.
โHal utama yang kami perjuangkan adalah penciutan. Soal kemitraan atau apa pun namanya, itu hal kedua yang harus dibahas terpisah dari isu penciutan,โ tegasnya.
Ia mengaku telah membaca secara saksama isi surat CPM tersebut dan berharap proses pembahasan ke depan dapat dilakukan secara terbuka, objektif, dan komprehensif dengan melibatkan seluruh pihak terkait demi kepentingan masyarakat lingkar tambang Poboya. (*/red)






